Hidup Lebih Damai dengan Sedikit Kepossesan seperti yang Diajarkan Fumio Sasaki

Tidak perlu banyak benda untuk meraih kebahagiaan dalam hidup.
Di era yang kian mengedepankan pola hidup konsumen, hasrat mempunyai berbagai macam benda kerap dianggap salah sebagai patokan keceriaan.
Fumio Sasaki, dulu seorang editor yang kini mendukung gaya hidup sederhana, menunjukkan hal berbeda di dalam buku bertajuk Goodbye, Things: Gaya Hidup Minimalis Ala Orang Jepang.
Buku ini tidak hanya berfungsi sebagai panduan untuk mengurangi jumlah benda yang dimiliki, melainkan juga merupakan penyelidikan mendalam tentang cara minimalis bisa memberikan kedamaian dan kegembiraan sejati.
Sedikit barang, sedikit stres!Buku Goodbye, Things menceritakan petualangan Sasaki merombak kehidupannya dari seorang yang diselimuti barang-barang tak penting menjadi individu dengan area personal yang jauh lebih luas, mencakup aspek fisik dan psikologis.
Di buku-nya, Sasaki menggarisbawahi bahwa benda-benda yang dimiliki seseorang kerap kali memberikan beban baik secara emosi maupun mental. Melalui pembersihan dari barang-barang tak esensial ini, kita bisa mencurahkan perhatian kepada aspek-aspek mendasar dalam kehidupan, termasuk petualangan, ikatan personal, serta kemerdekaan individu.
Sasaki menyebarkan sejumlah prinsip minimalis yang bisa dijalankan oleh semua orang, antara lain:
1. Memangkas jumlah benda dengan tegas agar sadar kita tak perlu sebanyak yang terbayangkan.
2. Menekankan pada pengalaman lebih dari sekadar memiliki sesuatu.
3. Mengenali bahwa memiliki lebih sedikit benda akan mengurangi tekanan dan meningkatkan rasa bebas.
4. Memahami bahwa memiliki terlalu banyak barang biasanya disebabkan oleh ketidakpastian dan rasa cemas tentang kerugian.
Konsep minimalis yang digaungkan oleh Sasaki sesuai dengan beragam studi pada area psikologi serta filsafat. Di buku The Paradox of Choice (Schwartz, 2004) disebutkan bahwa makin banyak opsi yang tersedia bagi kita, maka akan semakin tinggi peluang untuk merasakan cemas dan tidak puas. Ini menopang ide dari Sasaki bahwa menyusahkan diri sendiri dengan memiliki terlalu banyak barang bisa membawa lebih banyak tekanan dan kurangi mutu hidup.
Di samping itu, studi yang dilakukan oleh Kasser dan Ryan pada tahun 1993 di Journal of Personality and Social Psychology menyatakan bahwa fokus terhadap hal-hal materi cenderung berhubungan dengan tingkat kepuasan hidup yang lebih rendah serta keresahan yang semakin meningkat. Pengalaman pribadi Sasaki seolah membenarkan klaim tersebut—saat dia mulai mengurangi jumlah benda milikannya, ia merasakan ketenangan hati yang jauh lebih besar dalam menjalani hari-harinya.
Filosofi minimalis sering kali berhubungan dengan prinsip-prinsip Zen yang populer di Negeri Sakura tersebut. Di dalam ajaran Zen, sifat simpel dipandang sebagai sarana untuk mencapai pembebasan spiritual dan kedamaian hati. Ini mengindikasikan bahwa ide-ide yang disampaikan dalam "Goodbye, Things" tidak hanya merupakan bagian dari gaya hidup kontemporer, tetapi juga mewakili warisan filsafat zaman dahulu.
Kelebihan dan Kekurangan BukuKehebatan buku ini ada di ceritanya yang pribadi dan pemikirannya yang mendalam. Sasaki tak bercerita seperti pakar yang sok tahu, tapi lebih mirip orang biasa yang sudah merasai jalan hidup minimalis lalu membeberkan kisahnya beserta keuntungan-keuntungan yang dirasakannya. Cara bicaranya langsung, gampang dimengerti, dan begitu manusiawi hingga pembacanya bisa dengan leluasa tersambung dengan ide-idenya.
Buku ini menyertakan 55 tips tentang cara melepaskan diri dari benda-benda serta 15 tip ekstra untuk tahapan berikutnya dalam perjalanan menuju gaya hidup minimalis, rangkaian tersebut telah disusun oleh Sasaki di bagian akhir buku, siapa pun yang tertarik dapat segera menerapkannya.
Bagi sejumlah pembaca, metode Sasaki mungkin dianggap cukup drastis. Tak setiap individu sanggup atau bersedia untuk menghilangkan kebanyakan miliknya, dan naskah ini kurang menyentuh tentang bagaimana mencapai keserasian antara kepemilikan benda dengan gaya hidup minimalis.
Di samping itu, walaupun buku ini memberikan berbagai macam inspirasi, sebagian pembaca mungkin merasakan kejenuhan di beberapa bab, khususnya untuk orang-orang yang telah mengenal teori minimalis.
KesimpulanGoodbye, Things bukan hanya sebuah buku mengenai penyusunan ruang rumah, melainkan tentang cara melepaskan diri dari ikatan materialisme guna menemukan kepuasan hidup yang lebih tulus.
Dengan dukungan studi literatur yang relevan, ajaran Zen, serta pengalaman pribadi Sasaki, buku ini memberikan perspektif yang segar tentang bagaimana hidup dengan lebih sedikit justru bisa membawa lebih banyak ketenangan dan kebebasan.
Untuk siapapun yang mengalami beban akibat jumlah benda yang dimiliki atau berkeinginan mengeksplorasi kedalamannya dalam kehidupan, buku ini sangat direkomendasikan untuk diikuti.
Identitas BukuJudul Buku: Selamat Tinggal, Barang-barang Gaya Hidup Minimalis Khas Orang Jepang
Penulis : Fumio Sasaki
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman : 242 halaman
Komentar
Posting Komentar